Minggu, 20 September 2015

Wah, Syarat Berangkat Haji Akan Diperketat


Kementerian Agama akan memperketat syarat istitho'ah, kemampuan jemaah dalam hal materi maupun fisik, terkait pelaksanaan ibadah haji. Upaya ini dilakukan mengingat banyaknya jamaah haji kategori lansia dan berisiko tinggi dengan riwayat sakit parah yang jejak rekam mediknya tidak tercatat.

Jamaah haji risiko tinggi ini mendominasi jamaah haji yang wafat sepanjang pelaksanaan ibadah haji. Berbagai penyebab memicu kematian mereka, seperti jantung, hipertensi, stroke, kanker, dehidrasi dan sebagainya. Padahal, ibadah haji membutuhkan stamina kuat karena 80 persen terkait dengan ibadah fisik. Jadi tidak semata-mata penguatan mental dan ibadahnya saja.

Foto Masjidil Haram
Jamaah Haji Sedang Berthawaf di Masjidil Haram


Banyaknya lansia dan jemaah berisiko tinggi ini, kata Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Kamis kemarin, karena adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan sisa kuota untuk jemaah yang umurnya memang sudah sepuh dan tidak memungkinkan mereka menunggu lama untuk berhaji. Tahun-tahun sebelumnya sisa kuota haji biasanya dipakai untuk kalangan tertentu.

Namun tahun ini, sisa kuota diperuntukkan untuk jemaah haji lansia yang sudah mengantre panjang. Karena diprioritaskan untuk lansia, maka konsekuensinya tahun ini angka jemaah haji kategori ini membengkak tajam. Namun implikasinya, banyak kalangan lansia dan risti yang meninggal dunia..
Hingga Jumat (10/10), jemaah yang meninggal dunia mencapai 155 orang, sebanyak 145 orang berasal dari jemaah reguler dan sisanya dari kalangan jamaah haji khusus atau plus yang berangkat atas fasilitas Penyelenggara Ibadah Haji Khusus. “Tahun depan kita akan mengetatkan syarat terkait kemampuan jemaah, istitoah, harus ada tolak ukur yang sama di semua provinsi sehingga ada kejelasan yang bisa berhaji yang kondisi kesehatannya seperti apa,” kata Menag. Saat ini, kata dia, tidak ada sama sekali batasan jemaah yang mampu berhaji, baik secara mental maupun fisik..
Biasanya, kata dia, dari kabupaten/kota menyerahkan putusan kepada provinsi. Namun provinsi pun tidak mau mengambil keputusan karena dilematis melihat besarnya animo jemaah haji risti dan lansia yang hendak berhaji. “Mereka akhirnya melempar ke pusat.

Padahal ketika sampai di pusat, persiapan jemaah sudah semakin matang, sehingga semakin sulit mengatakan kalau mereka tidak jadi berangkat,” kata Menag. Namun akhirnya tim medis-lah yang kewalahan menghadapi kondisi kesehatan jemaah haji yang terkadang di luar pengetahuan mereka. “Ini yang harus diatasi ke depan, sehingga syarat akan diperketat,” kata Menag.

Manasik di Tenda

Tahun depan, kata Menag, Kementerian Agama juga akan mencoba mempraktikkan manasik di dalam tenda, untuk menyesuaikan dengan kondisi di tanah suci di mana suhu dari tahun ke tahun selalu ekstrem. “Kemarin saat bertemu Kementerian Haji Arab Saudi, saya sampaikan bahwa tenda di Arafah sudah tidak layak diteruskan, pendek dan tidak ber-AC, walau jemaah hanya ada di sana sehari semalam. Dan, betul dalam manasik tidak hanya soal ibadah saja,” kata dia. Tetapi juga perlu dipikirkan cara bagaimana mengenalkan calon jemaah haji mengenai cara hidup di negeri orang. Masalah-masalah ini, kata Menag, akan menjadi catatan mengingat ada sejumlah kebiasaan dan budaya berbeda antara Indonesia dan Arab Saudi..
Sebab dalam kasus kematian jemaah haji, penyebabnya tidak hanya soal penyakit yang diderita, tapi banyak juga karena kasus kecelakaan akibat sistem lalu lintas yang berbeda. “Biasanya jemaah haji kalau menyeberang jalan lihat ke kiri dulu baru ke kanan, padahal di sini beda harusnya lihat kanan dulu. Dan, kita tidak memikirkan sampai di situ. Saat manasik nanti, kita akan masukkan hal-hal yang sifatnya non ibadah,” kata Menag. (metrosiantar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Recent news