Selain itu ada juga hadis yang menyatakan bahwa wanita itu jika menghadap dalam bentuk setan, begitu pula jika berpaling (aqbalat wa adbarat fi shurotis syaithan) apakah itu benar?
Dalam hadits lainnya juga ada yang menyatakan bahwa wanita itu adalah tali temali penjerat yang dipasang setan (annisa' haba-ilus syaithan).
Apa maksud semua hadits ini? Kok seperti begitu merendahkan wanita? Seolah wanita tak ada harganya? Seolah terjadi kontradiksi dalam teks-teks syariat sendiri.
Wanita Itu Kurang Akal |
Sebelum saya jawab kejanggalan itu, perlu sedikit saya terangkan bagaimana tata cara kita menyikapi dan memaknai sebuah teks syariat (baik Al-Qur'an atau Al-Hadis).
Memang, jika kita melihat sepintas lalu hadits-hadits tersebut - dengan kedangkalan kita terhadap ilmu bahasa dan sastra Arab - dan kekurang mampuan kita melihat teks lain yang berhubungan, maka kita langsung dengan serampangan memvonis bahwa agama Islam itu diskriminatif terhadap wanita (atau setidaknya, terlintas hal itu), Inilah yang memang selama ini praktis digunakan musuh syariat untuk menyerang Islam.
Sudah seharusnya kita harus mendudukkan masalah sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad saw. Hasya wa kalla (sangat tidak mungkin) Rasulullah berbuat tidak adil pada umatnya, terutama kaum wanita.
Bahkan tidak cocok dengan biografi hidup Nabi sendiri yang begitu menyayangi kaum wanita dan mencurahkan perhatian kepada mereka secara khusus.
Siapapun yang pernah membaca biografi Nabi, pasti tahu tiga wasiat terakhir beliau menjelang wafat. Salah satunya adalah pesan khusus agar memperhatikan kaum wanita.
Oleh karena itu, tidak bisa kita mengartikan nash Qur'an dan Hadis secara tekstual / literal begitu saja, hanya melihat satu arti dari pada kalimat itu tanpa melihat dalil-dalil lain yang terkait.
Juga harus ingat bahwa dalam nash dalil ada mafhum (makna tersirat), dan ada manthuq (makna tersurat)yang saling berhubungan.
Sebab jika tidak mengerti semua hal itu, bisa terjadi kesalahpahaman yang berakibat kekeliruan menerjemahkan apa yang dimaksudkan oleh teks tersebut.
Sebagian besar mashadir tasyri' (sumber hukum) islam itu berbentuk global yang tentunya membutuhkan penjelasan dan perincian. maka tidak bisa kita memahami syariah secara parsial, tetapi harus menyeluruh dalam satu rangkaian dan kesatuan yang utuh.
Setidaknya ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk memahami sebuah nash syariat. Jadi tidak bisa sembarang "semau gue" sendiri juga mengartikannya. dan dibawah ini adalah beberapa jawaban yang insyaallah bisa membantu yang masih belum paham tentang hadits tentang wanita diatas.
Nabi saw. berstatemen bahwa wanita itu kurang akal, maksudnya adalah dia tak mampu dengan begitu baik mengontrol emosinya, sebab perasaan (janib athifiy) yang lebih dominan menguasai mereka, sehingga menyebabkan keseimbangan berfikirnya (thinking balance) agak berkurang kala sisi perasaan mereka bermain.
Nabi saw. tak pernah sekalipun menyatakan bahwa wanita itu bodoh. Hal ini disebabkan standar kecerdasan manusia pada dasarnya tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Masing-masing memiliki potensi yang sama, bahkan sangat banyak wanita yang lebih cerdas dari pria. "Kekurangan akal" tadi adalah kembali pada kontrol emosi. Tentu saja hal ini melihat makna "al-'aqlu" itu sendiri yang tak hanya berarti kecerdasan, tapi ada pula yang bermakna kemampuan mengendalikan pikiran.
Mengenai soal kurang agama, hal yang sudah maklum, bahwa mereka saat haid, tidak diperbolehkan shalat dan puasa. Ini pun juga hanya syakli (bentuk luar) saja, karena justru sebenarnya wanita saat meninggalkan shalat atau puasa karena haid, ia justru berada dalam pelaksanaan ibadah, yaitu tunduk pada perintah Tuhannya. Bukankah jika wanita shalat dalam keadaan haid malah justru mendapat dosa?
Tentu juga sangat kontradiktif seandainya maksud Nabi bahwa wanita adalah bodoh, sementara beliau sendiri sering mengambil keputusan penting setelah bermusyawarah dengan beberapa istri beliau.
Dengan sangat jelas beliau menitipkan hampir separuh ilmunya pada Bunda Aisyah (ini salah satu rahasia kenapa Nabi menikahi Bunda Aisyah dalam usia muda).
Mengenai hadits yang menyatakan wanita kalau menghadap atau berpaling dalam bentuk setan adalah maksudnya dimanfaatkan sebagai media untuk menjerat. Bukan wanitanya itu yang setan. Tapi setan lah yang memanfaatkan wanita.
Begitu juga soal wanita adalah tali temali setan, lalu ketika ada orang terjerat kecantikan wanita lantas menyalahkan wanita, itu juga tak tepat. Sebab wanita hanya alat saja, sama halnya dengan pembunuh berpistol, kita pasti menyalahkan orangnya bukan pistolnya.
Biasanya hadits-hadits diatas dan sejenisnya seringkali dimanfaatkan oleh musuh Islam, atau oleh orang Islam sendiri yang terperdaya oleh pemikiran Barat untuk men-judge bahwa Islam adalah agama yang merampas kebebasan wanita, agama yang tak menghargai wanita.
Tentu saja orang yang tak memiliki kepahaman yang baik soal hadis-hadis tersebut akan dengan sangat mudah termakan oleh propaganda mereka.
Di samping itu, banyak pria sengaja menyalahgunakan hadits-hadits rumah tangga untuk kepentingan nafsunya, dengan dalih bahwa wanita harus 100% tunduk tanpa ada kata bantah, tanpa melihat bagaimana keadaan wanita itu (hal yang sama sekali tidak dimaksudkan oleh syariat, tapi dimodifikasi seolah-olah itu adalah dari syariat).
Sebenarnya ini hanya di antara sedikit kasus saja soal kesalahpahaman memahami nash syariat, sehingga tak sesuai dengan apa yang dimaksudkan syariat.
Akibatnya banyak kekacauan di sana sini. Dan masih sangat banyak contoh kekeliruan yang lain yang perlu diluruskan. Yang pasti kita masih butuh lebih banyak lagi untuk belajar.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar